Kera Of The Human

                                                                       

            Kali ini hujan kembali datang membawa ribuan tetes air dan menyemainya diatas tanah, jatuh kemanapun ia mau bergerak dan mengalir. Negeri yang padat, sempit banyak penghuni yang tinggal di negeri itu. Tidak terlihat ada istana berdiri disana. Sebut saja negeri itu bernama gencikil.                                                 
Bukan pertama kalinya memang hujan turun, namun untuk pertama kalinya si kera menantang air hujan yang terus turun. Bukan tak mau berteduh, tapi memang tak ada tempat berteduh yang bisa ia singgahi. Negeri ini adalah negeri asing baginya. Setelah berkelana menyusuri setiap jalan setapak ia terdampar di negeri yang cukup ramai ini. Ia tidak pernah ingin menemukan jalan pulang. Justru ia lebih suka tersesat tanpa arah dan ia rasa tidak penting baginya untuk menemukan jalan pulang. Apa yang harus ia lakukan, kembali untuk pulang? Lalu mengemis kasih sayang dari oragtuanya.                                                                  
***

Suatu ketika tiba-tiba ia disebuah tempat perdagangan, tepat dimana banyak manusia yang berinteraksi menjual dan membeli. Karna ia berjalan dengan memandang disekelilingnya, tidak sengaja ia menginjak sesuatu.                                              
“Aduh..,” terdengar suara kesakitan dari bawah kaki.                                             
“oh, maaf. Aku menginjakmu, siapa kau?” tanya kera.                                            
“tidak apa, aku baik-baik saja aku hanya kantong kresek. Ya kantong kresek yang selalu diinjak bila sudah tidak diperlukan. Namun selalu dibawa kemana-mana ketika masih diperlukan. Bahkan, apabila sudah tidak terpakai aku nyaris dibuang ke kotak sampah.”. Jelas kantong kresek.                                                       
“kenapa kau mau menjadi menjadi kantong kresek? Hidupmu susah seperti itu.”                                “Mau bagaimana lagi, aku tidak pernah menyalahkan takdir. Ini salahku aku seperti ini karena pilihan-pilihan dimasa laluku yang tak pernah mendengar nasehat-nasehat orang disekelilingku. Tak pernah mau melakukan hal baik karena kemalasanku. Itulah kenapa Tuhan memberi balasan seperi ini.” Kantong kresek menjelaskan dengan penuh penyesalan.                                                           
 “ Benarkah ini bukan takdir? Aku selalu menyalahkan takdir. Aku selalu menyalahkan takdir dalam keadaanku seperti ini. Menjadi seekor kera, menjijikan bukan? Selalu dikucilkan bahkan aku tak sedikitpun bisa berguna untuk oranglain.” Ucap kera dengan penuh kekecewaan.                                    
“Tidak seharusnya kau mengatakan seperti itu kera? Tuhan menciptakanmu bukan tanpa alasan.” Ujar kantong kresek.                                               
  “Sudahlah kera, aku tidak akan menyalahkan takdir jika aku dapat bertemu dengan Tuhanku dan Dia menjawab semua pertanyaaku. Pasti aku akan menerima semua yang sudah Dia takdirkan.” Ucap kera seraya pergi.                                                                                      

***

Matahari semakin terik panasnya menusuk hingga kulitnya. Tubuhnya mulai kelelahan ia baru sadar bahwa ia butuh makanan untuk membuat tubuhnya terus kuat dan tidak lemah. Disaat ia sedang menahan lapar dan haus ia menengok kesana kemari mencari apa yang bisa ia makan. Lalu ia tajamkan pandangan pada satu pohon yang berbuah. Pohon itu nampak subur sekali, penuh dengan buah yang segar. Kera pun berlari cepat menghampiri pohon berbuah itu. Ketika kera sedang memanjat pohon tiba-tiba ada suara yang memanggilnya, suaranya besar dan bergemuruh, sama seperti tubuhnya yang besar dan tinggi, terlihat menakutkan sekali.                                                                                                        

“hay bung, apa yang sedang kamu lakukan?” ucap suara besar itu.                                               
“maaf, aku hanya ingin memetik satu buah saja dari pohon ini.” Ucap kera dengan nada ketakutan.                                                                                                          
“seenaknya kau memetik tanamanku, tanpa kau mencari pemilik pohon ini. Aku menanamnya dengan susah payah.” ucap nya.                                                          
“ya, aku tahu. Aku tidak bisa menahan perutku. Sudah beberapa hari aku menemukan makanan.” Jawab kera.                                                                                        
“siapa kau, dari mana asalmu, dan akan pergi kemana kau?” tanya nya.                
“seperti yang kau lihat, aku hanya seekor kera yang kehilangan segalanya, tak memiliki apapun bahkan keyakinan untuk meyakini adanya Tuhan saja aku kehilangan keyakinan itu.” Jawab kera.                                                                          
 “kalau begitu kau ikut saja denganku, kita pergi ke gubuk ku aku sedang menanam benih-benih monster disana. Dan kau bisa bergabung bersama mereka.” Jelasnya.                          

***

Apa, benih-benih monster. Ia menanam benih-benih monster, itu artinya ia adalah monster. Pantas saja tubuhnya tinggi dan besar. Layaknya monster suaranya menggema jika berbicara. Ia sendiri sangat takut saat berhadapan dengannya. Kera merasa bingung apa yang harus ia lakukan, ikut bersama monster itu atau lari dari hadapannya sekarang juga. Namun apa daya, tubuhnya semakin melemah jika ia  harus lari berati ia harus siap mati ditengah jalan. Kera pun memutuskan untuk ikut.                                                                                       

Disepanjang jalan menuju gubuk tempat monster menanam benih monster. Ada cerita apa dibalik monster menanam benih monster. Sungguh kera sangat terkejut setelah tiba di gubuk yang sejak tadi membuatnya penasaran. Ternyata gubuk itu adalah sebuah markas yang cukup luas lengkap dengan kamar yang cukup banyak.                                                                                                         

Dan benih-benih monster itu adalah orang-orang yang ia latih untuk menjadi kuat dan tubuhnya besar dan banyak ditakuti. Orang disekelilingnya menyebut mereka preman. Ya bagaimana tidak mereka dilatih keras untuk menjiwai seorang preman layak monster yang berbadan besar dan menakutkan                      

Lalu, apa peran mereka sebenarnya. Membuat kerusakan, menakuti orang, membunuh orang kah? Terlalu tragis memang peran mereka. Tapi sungguh bukan itu peran mereka. Benih-benih monster itu hanya dilatih untuk kuat tujuannya hanya ingin di hormati bukan ditakuti. Walau sesekali harus menyakiti karena kesombongan mereka yang kuat dan akhirnya melukai. Tapi sungguh monster tidak menginginkan benih-benihnya tubuh menjadi monster yang jahat. Hanya saja terkadang benih-benih monster itu menjadi sosok yang menakutkan jika sudah merasa dirinya kuat.                                                                           

“Apakah tubuhmu sudah tidak lemah? Jika iya ikutlah bergabung bersama mereka. Coba kau lihat, tubuh kecil, nampak hanya ada tulang didalamnya. Berlatih dan makanlah yang banyak untuk memperbaiki postur tubuh yang kurus kecil itu.”  Ucap monster itu dengan mengacungnya jari telunjuknya ke arah para benih monster yang sedang latihan memukul.                                                                   

 “Baik, aku akan bergabung dengan mereka.” Jawab kera sambil melangkah bergabung bersama benih monster di lapangan tepat di dalam markas.                 

Dengan tekun kera mengikuti apa-apa yang diperintahkan monster. Ia berfikir suatu hari nanti tubuhnya yang kurus kecil dan tak berguna ini akan berubah menjadi sosok monster seperti yang ia lihat saat ini. Besar dan menakutkan.
                                                           
***

Setelah kera mengikuti beberapa rangkaian proses pelatihan, ada yang berubah dari seekor kera. Yang dahulu kurus dan lemah berubah menjadi besar dan kuat. Namun baginya perubahannya tidak mempengaruhi identitasnya sebagai kera.                                                                                                                               
Suatu hari monster meminta kera untuk berkelana disekitar negeri gencikil. Apapun boleh ia lakukan, menakuti orang-orang atau malah membantu mereka.                                                                                                                           
“Kera, sudah saatnya kau pergi. Keluarlah dari gubuk ini, cari apa yang ingin kau cari. Mencari Tuhanmu kah yang selama ini sedang kau cari. Tak perlu kau melangkah jauh dan mencari ujung dunia ini, cukup kau amati warga di negeri genciki ini. Kelak kau akan menemukan Tuhanmu.” Ucap monster menasehati.                                                                                                                         “Baik, Tuan. Aku akan pergi, dan aku akan mencari Tuhanku. Benarkah aku boleh melakukan apapun yang ku inginkan?” tanya kera.                                               
  “Tentu saja, pergilah.” Seru Tuan monster.                                                             

Kera pun beranjak pergi dari gubuk Tuan monster. Menyusuri jalan setapak yang melintas entah kemana. Hingga ia tiba di tempat yang dahulu pernah ia singgahi dan bertemu kantong kresek. Dari kejauhan kera melihat sosok kantong kresek tergeletak dijalanan dan di injak-injak oleh yang melintas di atasnya. Kerapun pun menghampirinya.                                                                                    
            ***

Tidak terbayangkan oleh kera bahwa benih-benih monster akan melakukan hal sekejam itu. Tidak membunuh memang namun menyakiti orang yang lemah hingga akhirnya harus mati karna tak berdaya melawan rasa sakit itu.                              
Suatu ketika kera mengamati salah satu benih monster yang sedang mencoba ingin mengganggu seorang putri cantik yang melintas. Karna kera khawatir putri itu akan di lukai maka kera mengamati setiap gerak gerik benih monster. Benar apa yang di pikiran kera, benih-benih monster itu mencoba melukai putri cantik itu karena keinginannya tidak di penuhi. Kera mencoba mendekat dan mencegah apa yang akn dilakukan benih-benih monster.                                 

“Apa yang akan kau lakukan, kau kuat bukan berarti kau bebas untuk menyakiti orang disekelilingmu. Apa kau senang jika melihat orang lain tersakiti. Bagaimana jika kau ada di posisi mereka yang kau sakiti? Cobalah kau berpikir sejenak tentang apa yg sudah kau lakukan pada mereka.” Ucap kera dengan amarah yag meluap-luap.                                                                                       

“Apa-apaan kau ini kera, sudahlah aku tak ingin berdebat denganmu. Baik aku akan pergi.” Benih-benih monster itu nampak menyesal setelah apa yang ia lakukan. Dan segera pergi meninggalkannya.                                                                    

 “kau baik-baik saja putri?” tanya kera.                                                                   
“ya, aku baik-baik saja namun aku sungguh takut jika nanti bertemu mereka lagi.” Dengan nada ketakutan.                                                                                 
“Baik, akan saya antar putri ke mana putri akan pergi.” Ujar kera.                             
                    
    ***

Akhirnya kera menghantar putri cantik itu ke rumahnya. Setiba di rumah ia bertemu dengan Ayah sang puteri.                                                                                          
“Siapa pemuda ini nak?” tanya sang Ayah.                                                              
“ Dia yang menolongku ketika aku akan disakiti oleh benih-benih monster itu yah.”  jawab sang puteri.                                                                                                     
“Siapa kau? Darimana asalmu?” tanya ayah sang puteri kepada kera.                
“Aku hanya seekor kera Tuan, ya seekor kera yang banyak kehilangan tentang arti kehidupan. Konon aku adalah manusia biasa, dahulu masa kecilku ku lakukan untuk bermalas-malasan. Membuat onar kesana kemari, mencuri uang ibuku. Tidak sedikitpun aku melakukan perintah ibu. Bahkan mendengar nasehatnya saja aku merasa muak. Hingga akhirnya habis sudah kesabaran ibuku melihat tingkahku.                                                                                                      

Hingga akhirnya ibu memanggilku kera dan mengusirku untuk pergi jauh darinya. Asalku dari laut selatan di ujung samudera sana tuan. Aku berkelana

menyusuri setiap jalan mencari apa yang selama ini tidak aku dapatkan. Mencari tentang arti takdir Tuhan, pantaskah aku memiliki Tuhan sedangkan aku hanyalah seekor kera. Semakin hari aku semakin merasa diriku ini adalah seekor kera. Hingga akhirnya aku bertemu Tuan monster yang melatihku untuk menjadi sosok yang ditakuti. Ku pikir dengan aku ikut pelatihan itu aku akan berubah menjadi monster. Namun ternyata tidak, seekor kera Tetap saja kera. Mungkin ibu benar-benar mengutukku dan tidak ingin aku menjadi manusia.                                            

 “Jika kau ingin menjadi manusia, temuilah ibumu sujudlah di kaki ibu. Ucapkan maaf atas kesalahanmu.” Ucap Ayah puteri cantik.                                     
“Benarkah? Aku dapat berubah menjadi manusia?” tanya kera.                                
 “sungguh, pergilah wahai pemuda. Temui ibumu, jika kau berhasil menjadi manusia kembalilah kemari. Bawa Ibu Bapak serta keluargamu, dan nikahi puteriku.” Pinta Ayah puteri.                                                                                     
                        ***

Dan konon kera kembali pulang ke laut selatan di ujung samudera, ia menyusuri jalan demi jalan yang pernah ia lewati. Meskipun jalan yang sangat jauh pernah ia lewati namun masih teringat jelas dalam benaknya kemana langkah kakinya pernah melangkah. Kera tak perlu pergi jauh untuk mencari Tuhannya. Karna puteri cantik dan Ayah puteri cantik itu telah mengajarkan arti kehidupan yang Tuhan berikan.                                                                                                  

Tidak perlu berjalan sejauh mungkin dan mencari ujung dunia ini, karena sampai kapan pun dan sejauh apapun ia melangkah tidak akan ia temukan ujung dari dunia. Dan Tuhan tidak berada di ujung dunia tapi Tuhan ada di setiap sudut dunia. Dimana pun kita berada, takdirnya selalu indah meskipun harus mengalami hal pahit namun kepercayaan akan hadirnya kebahagiaan itu akan menghantarkan kita pada satu titik kenyataan yang indah.                                     
























No comments:

Post a Comment

Menulis adalah obat segala kegelisahan yang menyelimuti hati

Ketika Zulaikha mengejar cinta Yusuf, semakin menjauh Yusuf darinya. Namun ketika Zulaikha mengejar cinta Allah, Allah datangkan Yusuf kepadanya.