*Toki No Shizuku * Collaboration Alan Sahlan & Fitriana Lestari

                                                                                                                                                                                                                    ..............................
                                        Collaboration of young writers



Rasanya berat Ghea menghembuskan nafas ini. Berat di dada terasa menyesakkan. Sekelebat bayang, kembali mengusik kedamaian hati. Anan? Kenapa bayangmu selalu menghantui? Setelah setahun lamanya Ghea mengubur kenangan menyakitkan itu. Kenangan dimana saat itu kita masih saling memendam perasaan.  Dan sekarang luka itu kembali terkuak.                                                                                                                                
Terdiam sejenak dalam renungan. Kala bayang wajahnya datang menyapa. Waktupun berputar kebelakang. Sebut saja, segala sesuatu yang tertinggal itu bernama kenangan. Ghea akan menoleh ke belakang sesaat dan menemukannya masih di tempat yang sama. Ingatan yang begitu jelas, surat permintaan maaf darinya  yang ia genggam saat ini. Ia temukan dalam selipan buku deary miliknya.                                                                                                           
Disaat Anan mengungkapkan perasaannya pada Ghea namun Anan harus pergi meninggalkan Ghea. Ia ingin saat itu juga mereka melangkah dalam bahtera penikahan. Namun waktu berkata lain, Anan harus melanjutkan beasiswa sebagai Master research di bidang clinical laboratory investigation di Jepang. Ghea tahu itu cita-cita terbesar Anan, mana mungkin ia bisa mencegahnya, dengan rela ia ikhlaskan kepergiannya. Baiklah Ghea berjanji pada dirinya bahwa ia disini akan menantinya hingga Anan kembali, ia pastikan akan masih tetap sendiri disini. Tidak perlu ada ikatan apa-apa diantara mereka. Mereka hanya perlu mencintai untuk mengikhlaskan.                                                                                                          
Sepucuk surat cinta dan pemintaan maaf mengingatkan Ghea pada satu  tahun silam, pertama kalinya Anan mengungkapkan perasaan padanya. Ghea benar-benar bahagia pada saat itu, ia yang selama ini hanya mengagumi Anan dalam diam, menyapanya lewat senyuman dan menjaganya lewat doa akhirnya mengetahui apa Ghea rasakan sama seperti yang Anan rasakan.                                                                                                               
Dari kejauhan sudah terlihat Anan duduk tampak sedang menunggu Ghea disebuah bangku panjang di Taman belakang kampus. Ia tampak rapi, dengan baju kemeja merah sepadan dengan celana hitam yang ia kenakan. Dengan pakaian seperti itu Anan terlihat pria yang sangat rapi. Sedangkan Ghea tampak Anggun dengan baju gamis merah marun, sepadan dengan  jilbab lebar panjang menjulur menutupi auratnya. Ghea ingat betul saat itu sahabatnya anisa memaksanya untuk bertemu dengan Anan, saat itu ia tidak tahu bahwa itu permintaan dari Anan. 

Ghea tidak bisa menghindar karena Anisa terus memaksanya, menarik tangannya hingga ia tepat berada didepan Anan. “Ayo ghea, cepatlah..” dengan erat Anisa menarik tangan. “Sebenarnya ada apa ini Nisa, kenapa kamu memaksaku seperti ini.” Ia mencoba melepaskan genggaman tangan Anisa. 

Namun Ghea tiba dihadapan Anan yang sedang duduk di bangku panjang. 
“Assalamualaikum Anan.” Ucap Anisa dengan nada sedikit kelelahan.                              
“Wa’alaikumsalam Nisa, Ghea. Maaf Ghea ini aku yang meminta Nisa untuk menemuiku disini. Aku hanya ingin memberimu ini.” Dengan menyodorkan sepucuk kertas yang terbalut rapi dengan amplop.  “Apa ini? Jawab Ghea dengan penuh tanya.                                                                            
“Terkadang isi hati tak mampu diungkap melalui lisan, tercurahkan dalam tulisan kerena tulisan adalah jembatan penghubung antara dua insan. Di sepucuk kertas ini ada goresan hati yang terselipkan. Sebuah rasa untukmu Ghea.” Anan memberikan amplop putih kepada Ghea.                                                                                                                                        

Ghea dan Nisapun pergi meninggalkan Anan dan sepucuk surat yang ia genggam.                       

***
                                                                                                                                          
Setiap kali melihat sepuncuk surat darinya yang tergeletak diatas meja kamar Ghea, hatinya semakin teriris sakit. Sore ini, hujan dengan derasnya membasahi bumi, ia baru saja terbuai dalam masalalu. Ghea  memeluk tubuhnya sekuat hati. Butir-butiran manik menetes laju di atas pipi saat memikirkan rasa rindu ini. Ujian apakah ini? Ia menangis sepuas hati. Siapkah ia menantinya kembali, akankah Anan kembali sesuai janji. Sungguh Ghea ingin tahu bagaimana keadaannya disana, ingin tahu cerita-cerita tentang negeri sakura yang indah itu. Ia mencoba memeriksa emailnya yang beberapa hari belakangan ini Ghea abaikan. Ia lihat ada beberapa email masuk dari Anan.                                                                                            

***                                                                                                                  

Assalamualaikum Ghea, bagimana dengar kabarmu disana. Aku harap kau baik-baik saja. Aku ingin bercerita tentang suasana malam ini, yang hiruk pikuknya membuatku hampir lupa aku sedang di sebuh kota kecil. Udara malam yang sejuk membuatku merasa senang akan keputusan dadakannya homestay disini. Meskipun rasa berat hati untuk menjauh darimu. Ditengah2 musim panas seperti ini pun, udaranya sejuk dan menyegarkan. Aku bisa membanyangkan kemarin sedang kegerahan di Tokyo, kemarin mengeluh suhu di Tokyo mencapai 39 derajat.                                                                                                              
Lentera kertas berwarna warni bergelantungan menerangi malam dengan pendar cahayanya yang temaram. Angin mempermainkanku, membuat lentera2 itu berayun kegirangan. Masing2 mencoba mengalahkan gelapnya malam walau hanya dengan bohlamnya yang sebesar kelingking. Keempat sisi lapangan dipenuhi dengan stand nonpermanen yang menjual penganan maupun menawarkan permainan. Para pengunjung mengenakan yukata, kimono musim panas yang ringan dan berwarna warni cerah. Seakan pemakaiannya ingin mengalahkan warna lampion San kembang api sekaligus. Beberapa pemuda juga mengenakan yukata untuk pria. Bukannya tampak kuno, pakaian tradisional itu malah membuat mereka tampak seperti samurai modern. Rambut mereka kebanyakan dicat, warna emas dan coklat yg membosankan. Pebampilan mereka tidak kalah dari gadis2 yang datang.                                                                                                                          
Aku menduga mereka adalah pemuda yang tinggal di kota dan sedang pulang kampung. Aku jadi teringat akan kampungku sendiri, dan teringat tentang hadirmu walau aku harus memendam rasaku dahulu. sebulan sekali selalu saja ada hajatan, entah itu khitanan, nikahan, atau kelulusan. Kalau sudah begitu semua gadis desa akan keluar dengan pakaian terbaik mereka dengan sanggul dan kepang yg terjuntai, siap menjerat hati lawan jenisnya. Seindah apapapun suasana di negeri sakura ini, keindahan itu tak berarti apa-apa tanpa hadirmu Ghea.                                                                                                                         
Aku tahu, banyak diluar sana hati yang mungkin bisa saja menjadi pilihan lain. Hati yang bersedia menemani sepiku. Yang bersedia bermalam larut bersamaku.Yang bersedia berbagi segala yang ia punya padaku. Namun, aku telah memilihmu. Aku memilihmu karena aku percaya. Rasa tidak pernah salah dalam mengeja. Meski rasa tidak selalu benar dalam memperhitungkan luka. Tidak mengapa, bagiku memilihmu selalu mampu memulihkan. Kau obat atas segala nyeri disudut hatiku. Walau kadang tidak jarang kau juga sebab rindu memagut sepi.                                                                                                               
Rimbun bunga sakura di atas kepala ku, menyejukkan udara yang sudah sarat khas musim SAKURA. Hatiku berdebar-debar saat membayangkan hadirmu disini, bersamaku menikmati indahnya bunga sakura. Aku tak mungkin salah mengartikan tanda-tandanya. Kaulah yang kuinginkan membisikkan kata paling Indah di telingaku; Aishiteru Ghea.               

***                                                                                                                                          
Ghea tergugu membaca kiriman dari Anan, ia menangis dalam senyap. Rasa rindu dibalut dalam kesabaran. Tak tahu pasti sampai kapan ia akan menanti, namun kepastian untuk terus menantinya akan selalu Ghea jaga. Disaat ku sedang mencoba menyatukan rindu yang entah bagaimana caranya untuk menyatukan, terdengar ketukan pintu dari luar kamarku. Terdengar suara ibu memanggilku.                                                                                  

“Ghea, sedang apa kamu nak? Ayo keluar ada tamu yang ingin bertemu denganmu, nak.” Ucap ibu dengan terus mengetuk pintu kamar Ghea.                                                              
“Iya, sebentar Bu. Ghea pasti keluar.” Jawab lirih Ghea sambil mengusap airmatanya.     “Ada siapa bu, teman Ghea?” tanya Ghea.                                                               
“Teman Ayahmu, ayo Ibu dan Ayah akan memberimu kejutan. Kamu menangis nak?” tanya ibu melihat matanya yang merah sembab.                                                               
“Tidak, bu. Ghea hanya sedang merindukan seseorang saja.” Jawab Ghea lirih.                 “Benarkah, Pria mana yang dirindukan oleh puteri ibu yang cantik ini.” Tanya ibu merayu.                                                                                                                                   
“Lain waktu akan ku ceritakan pada ibu.” Jawab Ghea karena akan tiba di ruang tamu. Nampak jauh sudah terdengar obrolan-obrolan yang sedikit ramai, setibanya terlihat ada seorang pemuda yang berkemeja putih duduk dengan tenang. Dan nampak orangtuanya ikut mendampingi terlihat sudah akrab sekali dengan Ayah.                                                           
“Nah, ini puteri Ayah baru keluar. Mari nak, Ayah kenalkan pada putera teman Ayah namanya Hasan. Dia baru saja lulus di Universitas Islam di Bandung. Dia juga anaknya baik dan shalih tentunya pantas jadi imammu kelak.” Tiba-tiba Ayah menyapan Ghea dan segera memperkenalkan pemuda yang duduk tepat didepannya itu.                                                        

***                                                                                                                                          

Allah... Ujian apa ini, pemuda itu datang ingin megajaknya ta’aruf. Pemuda yang shalih dan tak diragukan lagi kebaikannya. Apa yang harus Ghea lakukan, Anan aku berjanji pada hatiku akan menantimu. Tapi bagaimana dengan pilihan kedua orangtuanya tidak ada alasan yang tepat untuk  menolak pilihannya.  Ghea ingat betul nasehat Guru pesantrennya ia menangis dalam senyap saat menceritakan semuanya tentang Anan, tentang pemuda yang Ayah pilih.                                                                                                                                         
“Alasan kamu menolak itu apa si Ghea, emang seberapa baik calon pilihan kamu? Hafalannya berapa jus? kalau alasan kamu menolak masih jauh dari kata syar’i, lebih baik kamu kembali pada pilihan Ayah kamu. Pilihan orangtua kamu.” Nasehatnya dengan tegas.

***


Tidak ada alasan untuknya menolak lelaki shalih itu, ia harus memberi tahu anan perihal ini. Ghea kirimkan e-mail pada Anan. “Assalamualaikum Anan, kau tahu Anan, aku ini putri Ayahku, aku ini miliknya. Bagaimana mungkin aku bisa memilih calon imam tanpa restu dari Ayahku. Aku akan memilih apa yang Ayah pilih, pria yang tak ku kenal sekalipun jika itu yang menurutnya mampu membimbingku aku akan mengatakan YA. Aku tahu cinta itu bukan dicari, tapi ditumbuhkan. Maafkan aku Anan, yang tak setia dengan janji hatiku. Hasan memang datang tidak lebih lama dari kehadiranmu, namun keinginannya untuk menikahiku mengalahkan janjiku kepadamu. Aku tak tahu pasti kapan hari pernikahan itu tiba, namun Hasan sudah datang menemui Ayahku, aku tak tahu pertemuan apa itu yang pasti aku akan memilih Hasan. Sehebat apapun ku pertahankan takkan pernah bisa ku lawan segala ketetapan yang Tuhan tuliskan. Ku sadar ini jawaban yang Tuhan berikan, dengan pasrah engkau ku ikhlaskan. Tak mampu lagi aku berkata, selain kata MAAF. Semoga kau akan menemukan yang lebih baik dariku. Percayalah Anan, rencana indahNya lebih indah dari yang kita rencanakan.                                                                                                                           
Anan tersontak kaget membaca kiriman dari Ghea, tubuhnya lemas, jatungnya berdetak kencang ingin menghentikan waktu dan merubah takdirNya. Mana mungkin Anan mampu merelakan Ghea, selama ini Anan telah merangkai mimpi masa depan untuk bersama Ghea. Hari-hari terasa gelap bagi Anan, Anan tak mampu untuk terus bertahan di Negeri sakura ini. Anan memutuskan untuk kembali ke Indonesia dan menemui Ghea.                                   

***                                                                                                                              

Disisi lain, Ghea sedang mempersiapkan hari pernikahannya bersama Hasan pria pilihan orangtuanya. Dua hari lagi pernikahan itu akan dilaksanakan, sedangkan Anan sedang dalam perjalanan ke Indonesia. Tepat dihari pernikahan Ghea, pagi itu Anan tiba dibandara dan melaju cepat menuju rumah kediaman Ghea. Anan sangat berharap dapat menghentikan pernikahan itu. Gerak laju kendaraannya tak dapat lagi dihentikan, dia membanting stirnya begitu keras. Sekeras keinginannya untuk hidup bersama Ghea. Tinggal beberapa menit lagi Anan akan tiba dirumah Ghea, begitupun Ghea yang tinggal menghitung menit akan melaksanakan ijab kabul.                                                                                                      
Ketika mobil Anan melaju dikecepatan yang tinggi tepat didepan rumah Ghea Anan menabrak mobil yang akan melintas berlawan arah dengan mobil Anan. Anan mengalami kecelakaan pendarahan hebat dikepalanya, namun Anan masih bisa menghirup aroma nafas Ghea. Dalam keadaan tak berdaya Anan berjalan tertatih-tatih menghampiri Ghea. Saat berjalan memasuki rumah ghea orang-orang tersontak diam melihat Anan yang begitu tak berdaya untuk berjalan. Darah-darahpun seakan melukis kisah tragis hatinya dilantai. Tepat didepan pintu Anan mendengar kata sah dari penghulu dan para hadirin yang hadir. Di detik itu juga Ghea melihat Anan dan kemudian tubuh Anan jatuh terbaring ke lantai Ghea dengan cepat menghampiri Anan, namun sayang ketika Ghea menggenggam tangan Anan, Ghea tak merasakan desak nafas Anan.
-----END

*Antologi cerpen tema katastrofa diselenggarakan oleh Pena House*

No comments:

Post a Comment

Menulis adalah obat segala kegelisahan yang menyelimuti hati

Ketika Zulaikha mengejar cinta Yusuf, semakin menjauh Yusuf darinya. Namun ketika Zulaikha mengejar cinta Allah, Allah datangkan Yusuf kepadanya.