Siang tadi aku terkesima saat sedang melintas dijalan dan
bertemu seorang kakek tua sedang asik menggoes mesin jahitnya. Teringat ayahku,
bagaimana tidak karena ayahku pun seorang penjahit. Aku menghampiri dan mengamati
kakek tersebut.
Mesin tua yang menempel di motornya yang juga tua dibuat
sedemikian rupa agar mampu dibawa kemanapun ia berjalan. Setelah ku tanyai
ternyata kakek itu memang mangkal ditempat ini setiap hari. Payung rapuh yang
menjadi penghalang teriknya sinar matahari membuatku menitikkan sedikit airmata
begitu tidak nyamannya ketika matahari condong ke utara, jelas matahari tepat
dihadapan beliau. Belum lagi debu-debu yang mondar mandir berterbangan tanpa
henti.
Bisingnya lalu lintas, dan keramaian kota membuat pikiran dan hati
merasa gerah. Bukankah menjahit itu butuh ketenangan, butuh konsentrasi dan
butuh tempat yang nyaman. Tapi tidak dengan yang ku lihat dihadapanku ini. Rambutnya
yang memutih, bajunya yang lusuh tapi semangatnya seperti tak pernah melihat
usia. Kaki yang menggoes kencang mesin jahitnya agar terus berputar, naik turun
jarum agar menyatu dengan benang dan mampu memperbaiki kain-kain yang robek. Sungguh,
aku semakin teringat oleh perangai ayahku.
Teringat akan kerja kerasnya,
teringat seragam sekolahku yang selalu ayah jahitkan. Lelaki kuat yang
menuntunku untuk menjadi wanita tangguh. Aku memang tidak mewarisi bakatmu
untuk mengubah kain tanpa pola menjadi sesuatu yang bisa dikenakan untuk
menutup aurat banyak orang. Apalagi mewarisi bakatmu membuat design yang orang
pinta. Ahh, aku tak sepandai itu. Tapi aku, bisa mewarisi kekuatanmu untuk
mengarungi kerasnya hidup. Mengarungi samudera luas dan terbang tinggi layaknya
sang Elang yang gagah mengepakkan sayap lebarnya.
*24 agustus 2016*
No comments:
Post a Comment