Bulir-Bulir Rindu

Bulir air mata pun menitik, kala bayang wajah mereka menyapa. Terkadang aku tak tau bagaimana caranya menyembunyikan rasa rindu itu. 
Hingga hujanpun ikut membasahi hatiku lewat dentingan tetesnya yang menyerupai melodi. Meski tak bernada namun harmoninya mampu melumpuhkan jiwaku yg saat ini sedang merindu. 
Andai saja ada sepasang sayap yg mampu membawaku terbang menyebrangi laut luas dan melewati berliku-liku jalan panjang. 
Membawaku kepangkuan Ibu, mencurahkan segala rasa lelah yang sering kali menyelimuti hati. Bagaimana aku bisa terbiasa terkurung dalam rasa rindu ini. Jauh dari kalian memang mengajarkan aku arti kerinduan, bahkan saat aku berteriak memanggil nama kalian pun kalian tetap diam dan membisu, namun hal itu mampu mengajarkanku untuk menjadi wanita berjiwa tangguh. Di ujung jalan yang tak bertepi itu dimana rumah singgahku dahulu bersama kalian, kini mungkin hanya tersisa senyum dan bayang perangaiku saja. Meski sulit ku artikan kapan bayang itu bisa menusuk jiwaku, namun saat ini aku merasa sedang terpenjara sepi terbalut bayang-bayang wajah teduh kalian. Tolong beri aku nyanyian tentang suara lembutnya, beri aku jeritan kalimat yang membuatku takut akan perintahnya. Dan beri aku pukulan kecil yang mampu menepuk jiwaku ketika aku sedang lalai. Entah kata apa yang aku salurkan dalam doaku. Seberapa banyak nama kalian ku sebut dalam doaku, Aku rasa Allah selalu mengerti hambaNya tanpa harus berkata-kata dan Allah selalu memiliki kalkutator canggih untuk menghitung nama kalian yang telah ku sebut di setiap sujud dan doaku. Bahkan disetiap hembusan napasku saja aku selalu berdesah menyebut namamu dengan lembut.
Bapak.. 
Ibu...
Jika aku meminta untuk tidak merindukan kalian sanggupkah kalian menerima permintaanku?
Jika kalian tau rasa sakitnya merindu, kalian pasti lebih memilih untuk tidak ku rindukan.