Aku mengartikanmu seperti HUJAN...




Kita hanya sekali bertemu, itu pun hanya sebentar.
Pertemuan pertama itu menjadi awal kedekatan kamu dan aku.
Anggap saja itu kedekatan tak terungkap. bagaimana tidak, kita dekat namun tak pernah bertatap.

Aku pernah mengharapkan seseorang, tapi itu bukan kamu.
Kamu pun mungkin pernah mengharapkan seseorang, tapi jelas itu bukan aku.
Mungkin kau pun tau kita memiliki hobi yang sama, bahkan juga memiliki bakat yang sama. Dari kesamaan itulah kedekatan mulai terjalin.

Terkadang aku merasa kehilangan ketika ponselku tak menghadirkan namamu.
Meski hanya sekedar saling sapa. Namun, semua itu membuatku merasa bahwa kau benar-benar ada.
Terkadang aku mencoba memahami hatimu lewat huruf demi huruf, kata demi kata yang kau rangkai untukku. Namun, sampai saat ini aku belum bisa menemukan titik arti sebenarnya dari hadirnya dirimu.

Aku mengartikanmu seperti hujan. Aku menyukai hujan, tapi selalu berlindung di balik payung.
Bahkan, aku pernah memaki hujan ketika tetesnya membuat bajuku basah.
Terkadang aku rindu akan ketidak hadirannya, dan menunggu ketidak datangan hujan yang terlalu lama. Namun, terkadang ketika aku menyesalinya karena tak kunjung reda.
Terkadang kehadirannya mendinginkan suasana. Namun, terkadang kehadirannya mencemburui hati.

Kamu tahu ketika kamu hanya membalas singkat pesan yang ku kirim untukmu? aku merasa sedikit sakit hati. Padahal aku tidak berhak merasa sakit hati, lagipula diantara kita tidak ada ikatan. Berteman? Iya, hanya sebatas teman. Tak lebih. Emot yang kamu kirim aku mengartikannya sebagai pencair suasana pertemanan, cukup itu saja.

Aku tidak pernah mengungkapkan perasaan, apalagi membersamainya lebih jauh. Terlebih karena aku ini seorang wanita. Aku hanya menguburnya, menyimpannya dalam-dalam, hingga perasaan itu tenggelam tanpa terungkap.

Meski kita hanya sekali bertemu namun, aku lebih sering menghadirkannya dalam mimpi, aku lebih sering mencurahkannya dalam tulisan-tulisanku, dan tentu saja dalam hatiku. Apakah kau pun begitu? bertemu pun tak pernah, karena kita lebih memilih menjaga. Ku bayangkan jika kita sering bertemu, mungkin aku akan sering kehilangan kata-kata. Aku diam, terlebih kamu. Lalu, apa yang harus kita hadirkan selain diam.

Apakah aku sedemikian berharapnya?
Keluhku pada penciptaku.

No comments:

Post a Comment

Menulis adalah obat segala kegelisahan yang menyelimuti hati

Ketika Zulaikha mengejar cinta Yusuf, semakin menjauh Yusuf darinya. Namun ketika Zulaikha mengejar cinta Allah, Allah datangkan Yusuf kepadanya.